Monday, May 9, 2011

METODE KUALITATIF

Catatan: Tulisan ini adalah rencana pembelajaran di perkuliahan saya sampai dengan tahun 2010. Sekarang sudah tidak dipakai lagi . Artikel ini mesti dibaca pertama-tama sebagai arsip.


Tujuan matakuliah Metode Kualitatif adalah mahasiswa dapat memahami cara berpikir interpretif dalam memahami manusia dan lingkungan sosial-budayanya. Cara berpikir seperti ini perlu ditempatkan dalam kontrasnya dengan cara berpikir positivistik yang mendasari berbagai penelitian baik kualitatif maupun kuantitatif.
Perbedaan antara dua pendekatan/ cara berpikir ini dapat diilustrasikan dengan bagaimana seseorang mencoba memahami sebuah buku. Melihat buku secara kuantitatif adalah seperti memperhatikan jumlah halamannya, tebal buku, jenis kertas, atau frekuensi penggunaan kata atau ekspresi tertentu. Hal ini boleh jadi relevan dalam memahami suatu buku, akan tetapi tentu saja seseorang akan dikatakan gagal memahami buku dengan memperhatikan hanya aspek kuantitatifnya saja. Untuk benar-benar memahami isi buku tersebut seseorang mesti membaca kata-kata dan kalimat yang ada di dalamnya secara sequential. Salah satu indikasi orang memahami buku tersebut adalah dia bisa menjawab pertanyaan “what this book is about?”

Metode kualitatif interpretif memandang tindakan, penuturan manusia dan lingkungan sosial-budayanya sebagai teks. Itu sebabnya dinamakan interpretif. Proses analisis kualitatif dapat digambarkan sebagai berikut: bayangkan ada sebuah buku yang tidak memiliki judul, tidak punya daftar isi, subject index, dan bahkan tidak memiliki paragraf. Buku seperti ini merupakan ilustrasi dari suatu segment kelompok manusia tertentu, atau gejala perilaku manusia tertentu yang belum terpahami. 

Tugas analisis kualitatif minimal adalah  merumuskan judul (what this is about), struktur daftar isi berbentuk skematik, dan ringkasan berbentuk naratif yang akan memudahkan pembaca lain memahami isi buku tersebut. Jadi metode kualitatif pada dasarnya adalah disiplin untuk memahami teks yang menjadi objeknya dan mereproduksi teks lain yang lebih terstruktur dan sederhana agar lebih mudah memahami teks yang menjadi objeknya.

Perlu ditekankan bahwa pendekatan interpretif menuntut rigorousness yang sama tingginya dengan pendekatan positivistik. Hanya saja tuntutannya berbeda. Dalam pendekatan positivistik titik tolak evaluasi atas kualitas sebuah penelitian adalah objektivitas: hasil penelitian mesti sesuai dengan kenyataan as it is. Tujuan penelitian dalam paradigm positivistic adalah membuat explanation tentang objek yang diteliti. 


Dalam penelitian kualitatif, titik tolaknya adalah intersubjektivitas: hasil penelitian kualitatif sebagai sebuah teks yang direproduksi oleh peneliti dan berisi interpretasi atas teks yang menjadi objeknya mesti sesuai dengan interpretasi responden atas teksnya sendiri. Tujuan penelitian dalam paradigm interpretif adalah understanding (verstehen ala Weberian). Untuk itu diperlukan metode yang sama rigor-nya dengan metode positivistik.
 Metode pendidikan yang digunakan untuk mengajarkan pendekatan interpretif ini adalah metode belajar berbasis pengalaman (experential learning) dari Kolb. Lingkaran belajar Kolb merupakan lingkaran yang menghubungkan pengalaman konkret (1) dan konsep abstrak (3). ”Jarak” antara keduanya merupakan indikator tingkat kesulitan proses belajar. 

Proses belajar di dalam matakuliah merupakan progression mulai dari lingkaran kecil (jarak pendek) dan secara bertahap lingkaran tersebut diperbesar sehingga bentuknya mirip spiral keong. Pada prinsipnya kuliah akan dimulai dengan memberikan pengalaman konkret yang sederhana dan dekat dengan pengalaman mahasiswa.
Penerapan progression lingkaran belajar ini dalam matakuliah metode kualitatif, dimulai dengan pengalaman melakukan interpretasi atas teks yang sederhana dan dekat dengan kehidupan mahasiswa, seperti menonton film atau cerita hidup seseorang yang dekat dengan mereka. Berikut adalah contoh 1 lingkaran belajar sederhana dalam matakuliah metode kualitatif. 
Langkah 1 adalah pengalaman konkret menonton film. Inti pengalaman konkret ini adalah memproduksi teks yang merupakan interpretasi atas teks lain. Apabila film adalah sebuah teks, maka tugas mahasiswa adalah menuliskan interpretasi atas film tersebut dengan merumuskan tema (what this film is about), menulis teks naratif (seperti sinopsis) dan merumuskan model skematik untuk memahami tokoh utama dalam film tersebut. Proses ini dapat digambarkan sbb:

Figur 1. Proses interpretasi. Sumber: Michrina and Richards, 1996, p.9.

Mengikuti model di atas, menonton film adalah tahap data gathering. Proses interpretasi menghasilkan bentuk pemahaman tertentu tentang film tersebut. Hasil pemahaman kemudian dituliskan/ dituturkan dalam teks yang berisi rumusan 1) tema film (what this film is about), 2) teks narratif (sinopsis film), dan 3) model skematik yang menggambarkan cerita hidup tokoh utama dalam film tersebut. 
Langkah 2 adalah observation and reflection: mahasiswa diajak mengamati apa saja yang ada di dalam film tersebut yang membuat mereka mengambil kesimpulan seperti itu. Misalnya, mahasiswa menulis bahwa film tersebut tentang perjuangan seorang ibu, mereka mesti bisa menyebutkan elemen apa saja dalam film tersebut yang membuatnya mengatakan hal itu. Tujuan langkah 2 adalah membuat mahasiswa sadar tentang proses interpretasinya sendiri (self-analysis), dan ditantang (challenge) untuk mempertanggungjawabkan hasil interpretasinya. Proses challenge dan self awareness dapat digambarkan sbb:

Figur 2. Interpretasi dan Sumber: Michrina and Richards, 1996, p.11.

Langkah 3 adalah forming abstract concept: mahasiswa diajak memahami berbagai satu konsep yang menggambarkan proses interpretasinya: realitas intersubjektif, dan social convention. Figur 1 dan 2 di atas dapat diperlihatkan dan didiskusikan dengan mahasiswa pada langkah ini. Output langkah 3 ini adalah pemahaman bahwa hasil interpretasi atas suatu realitas objektif bisa berbeda-beda berdasarkan realitas intersubjektif atau social convention yang dianut

Langkah 4 adalah testing in new situations: mahasiswa diajak menerapkan hasil belajarnya dalam konteks yang berbeda, misalnya memahami dunia seorang tukang ojek yang biasa mangkal di dekat kampus. Idealnya, dunia yang dijadikan objek adalah dunia yang berbeda tapi dekat dengan kehidupan sehari-hari mahasiswa. 

Langkah 4 adalah langkah persiapan sebelum mahasiswa memulai pengalaman barunya. Inti dari persiapan ini adalah mahasiswa diminta menggunakan learning points dari langkah 3 dan mendiskusikan apa saja yang sudah mereka pahami tentang teks yang akan menjadi objek interpretasinya. Tujuannya adalah membuat perencanaan lebih dulu sebelum melakukan observasi atau wawancara. Pertanyaan diskusi di langkah ini misalnya: Berdasarkan pemahaman anda sekarang tentang tukang ojek, apabila hidup tukang ojek itu adalah sebuah cerita, apa tema utamanya dst.

Kembali ke langkah 1 di lingkaran yang lebih advanced, mahasiswa diminta untuk melakukan berbagai hal sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat, yang tujuannya adalah mengenal sang tukang ojek, mulai dari mengamati dari jauh sampai ngobrol secara mendalam tentang hidupnya.

Jumlah lingkaran belajar dalam matakuliah bergantung pada space yang tersedia. Dengan tiga SKS yang lebih realistis adalah melakukan tiga lingkaran belajar: dua lingkaran kecil dan satu lingkaran besar. Dua lingkaran kecil yang pertama berkaitan dengan proses interpretasi yang belum dituntut rigor-nya: lingkaran interpretasi film dan lingkaran interpretasi tema hidup seorang tukang ojek (atau bisa yang lainnya). Apabila ada waktu mungkin menarik juga meminta mahasiswa melakukan interpretasi terhadap hidup mereka masing-masing (If your life is a story, what is this story about?).

Lingkaran ketiga adalah lingkaran dimana mahasiswa sudah dituntut menerapkan metode kualitatif dan teknik pengambilan data yang lebih sistematik. Di lingkaran ketiga ini mereka mesti mengalami membuat proposal sederhana, formulasi masalah penelitian, hypothetical framework tentang objek penelitian, guidelines wawancara, FGD atau observasi. Selain itu mereka juga mesti melakukan triangulasi untuk memastikan validitas penelitiannya.

Pada umumnya apabila tidak ada hari libur jumlah pertemuan yang tersedia adalah 7 kali pertemuan sebelum UTS dan 7 kali pertemuan setelah UTS dan sebelum UAS. Kegiatan di dua lingkaran kecil lebih baik ditempatkan sebelum UTS, dan satu lingkaran besar setelah UTS. Bentuk UTS dan UAS keduanya adalah take-home-test yang harus dikumpulkan pada waktu yang telah terjadwal di masa UTS dan UAS. Mahasiswa diwajibkan datang pada jadwal tersebut untuk memberikan tanda tangan penyerahan tugas. UTS dan UAS yang harus dikumpulkan adalah hasil kerja kelompok selama masa perkuliahan.

Literatur yang digunakan adalah:

Patton, Michael Quinn (1990). Qualitative Evaluation and Research Method. London: Sage Publication
Michrina and Richards (1996). Person to Person : Fieldwork, Dialogue, and the Hermeneutic Method. State University of New York Press

Chandler, Daniel. Semiotics:  The Basics. London: Routledge.
Chandler, Daniel. Semiotics for Beginners. http://www.aber.ac.uk/media/Documents/S4B/semiotic.html

No comments:

Post a Comment